Penulis: Muhlisin (Ketua GP Ansor Kabupaten Merangin)
Memang, dalam sejarah Indonesia, pernah dua terjadi people power. Yakni ketika Soekarno digulingkan dan Soeharto dilengserkan dari kursi kekuasaan yang telah ia duduki 32 tahun.
Tetapi korelatifkah dua people power itu dengan kondisi kekinian? jelas tidak. Bahkan sangat tidak berkaitan sama sekali.
Kejatuhan Soekarno kental dengan isu PKI. Dimana pemberontakan gagal PKI, kemudian Bung Karno yang sikapnya dianggap masih menganak emaskan PKI, menjadi alasan gejolak nasional.
Pun setali tiga uang dengan kejatuhan Soeharto. Mahasiswa turun ke jalan, 1998, atas isu dasar kegoncangan ekonomi.
Soeharto yang telah begitu lama berkuasa, tidak mampu menghadirkan solusi nyata menghindarkan/mengeluarkan Indonesia dari resesi yang meluluh lantakkan pondasi ekonomi negara. Ditambah dengan kekuasaan 32 tahun Soeharto yang cenderung totaliter militeristik.
Ledakan aspirasi rakyat saat itu muncul dari kampus-kampus. Originalitas luapan emosi dan aspirasi masih cukup terjamin. Dimana yang bergerak adalah kelompok intelektual muda/mahasiswa yang 'tidak punya kepentingan'.
Sementara terkait kondisi kekinian, justru sebaliknya. Teriakan desakan people power tidak muncul dari ruang kuliah nan 'suci' dari urusan politik praktis.
Teriakan people power justru menggaung dari Amien Rais yang nota bene adalah Ketua Dewan Kehormatan PAN. Partai yang mendukung paslon Prabowo-Sandi.
Dengan demikian, tak dapat dihindari dari kentalnya aroma kepentingan politik kekuasaan yang partisan. Pun demikian dengan desakan senada Rizieq Shihab yang nyata-nyata mendukung paslon capres-cawapres yang sama.
Atas dasar dugaan kecurangan pemilu yang diduga dilakukan oleh pihak paslon 01, Jokowi-Amin. Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi jalur yang konstitusional untuk menyelesaikan sengketa pemilu jika terkait hasil. Atau meja sidang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) jalan yang tepat jika ada pelanggaran etik oleh penyelenggara.
Lalu bagaimana dengan people power? untuk situasi saat ini, people power sejatinya sudah dilakukan. 17 April yang lalu, rakyat sudah menyalurkan 'hak people powernya' dengan memberikan suara di bilik-bilik tertutup.
Hasil dari people power 17 April itu akan keluar 22 Mei 2019 nanti. Bangsa yang besar dan dewasa, harus legowo menerima apa pun hasilnya. (*)