Tidak Sabar Mengganti LPG ke Gas Bumi (Membumikan Gas Bumi) -->
Cari Berita

Tidak Sabar Mengganti LPG ke Gas Bumi (Membumikan Gas Bumi)

tuntas.co.id



Ceklek, ceklek, ceklek, suara dari dapur, istri ku sedang mencoba menghidupkan kompor gas.

"Kok apinya enggak nyala ya" kata dia sambil tetap mencoba menghidupkan. Kejadian ini berlangsung akhir Oktober lalu.

Saya datang menghampiri, ceklek sekali lagi, tidak juga menyala. Padahal jarum amper di tutup tabung gas menunjukan isinya masih seperempat.

Saya coba goyang tabung, ternyata sudah ringan, tidak lagi berisi, amper tidak kompromi lagi kalau mau rusak. Terpaksa keluar untuk membeli gas yang baru, padahal perut sudah luyaman kriuk-kriuk lapar.

Nasib apes ini bisa juga dialami oleh keluarga lain yang menggunakan gas LPG. Dongkolnya pasti minta ampun, apalagi jika gas yang dibeli ternyata tidak bisa digunakan karena karet di moncong tabung rusak, sehingga harus tukar lagi ke pengecer. Hufftt, serasa langit mau runtuh.

Tapi, sebagian warga yang tinggal di kecamatan sebelah mulai pamer, kini ada jaringan-jaringan pipa yang masuk ke rumah mereka.

Itu pipa gas bumi, kini mereka tidak perlu menggotong tabung membeli gas, dan bukan sekedar pamer, dengan bangga mereka bilang sekarang jauh lebih hemat dibanding pakai LPG.

Apa tidak takut ada korsleting dan meledak? Ternyata tidak, dari pihak terkait menyampaikan kepada mereka kalau keamanannya justru lebih baik dibanding memakai gas LPG tabung.

Karena dalam pemasangan pipa gas, dilakukan oleh tim khusus yang tersertifikasi, terus dimonitor pemasangannya apakah sudah aman sebelum digunakan untuk memasak. Bandingkan dengan tabung LPG yang tiap kali habis kita pasang sendiri, copot-pasang, kalau salah bisa meledak.

Atau kalaupun ada kebocoran dan sempat memunculkan api, cukup ditutup pakai kain basar api langsung padam.

Aduhh, enggak sabar kapan gas bumi itu sampai ke kampung ini, biar bisa pamer juga kayak tetangga kecamatan sebelah itu. 
--
Melengkapi Majunya Satu Daerah


Majunya satu daerah bukan sekedar dilihat dari seberapa baik infrastrukturnya, tapi juga seberapa sejahtera masyarakat di dalamnya.

Ukuran kesejahteraan sendiri sebenarnya relatif, bisa dihitung dari pendapatan perkapita, gini ratio hingga indeks pembangunan manusia (IPM).

Namun ada satu hal yang tak kalah penting, kesejahteraan mesti ditunjang dengan fasilitas yang mampu memenuhi kebutuhan keseharian setiap warga, hal terkecil adalah fasilitas dasar untuk memasak.

Apa itu? Api. Api adalah satu diantara fasilitas dasar setiap rumah tangga, kebutuhan dasar di dapur.

Apalagi jika fasilitas itu praktis, pada saat ceklek api langsung hidup, kemudian tidak harus bulak balik beli tabung, dan biaya lebih murah, artinya di sana kesejahteraan terwujud.

Apalagi di eranya kids jaman now ini, kemudahan adalah pilihan setiap orang, pingin lebih modern dan pastinya praktis, termasuk soal di dapur.

PT Perusahaan Gas Negara (PGN) agaknya menjawab gaya para millenials ini, dan ikut mewujudkan kesejahteraan setiap daerah.

Ketika jaringan gas bumi sudah merata masuk ke dapur setiap rumah layaknya jaringan PDAM, maka praktislah itu dapur, dan ini bisa disebut gas bumi benar-benar sudah membumi.

Karena di era ini, sesuatu dapat disebut benar-benar sudah membumi, jika sudah diterima dengan baik oleh kelompok millenial. Itulah mengapa hampir semua produk kini menempatkan generasi millenial sebagai segmen utama.

Akhirnya, PGN bukan hanya mengakomodir modernisasi yang digandrungi millenial, tapi ikut mensejahterakan setiap keluarga, melengkapi majunya satu daerah. (**)