Sistem Tidak Akomodatif, Solusinya? Ganti Menteri dan Perkuat Sistem Pengawasan -->
Cari Berita

Sistem Tidak Akomodatif, Solusinya? Ganti Menteri dan Perkuat Sistem Pengawasan

tuntas.co.id

Focus kepada UMKM. (Poto/Ist)
Ist

TUNTAS.CO.ID_NASIONAL - Saya pendukung Jokowi dan juga tentunya pemilih Jokowi pada pilpres. Pada periode pertama saya lebih memilih memberikan semangat kepada team Jokowi. Karena semua agenda ekonomi bagus dan merakyat. Seperti menghapus subsidi BBM dan dialihkan ke sektor infrastruktur. Reformasi Migas. Divestasi Freeport. Toll laut dan pembangun logistik berupa pelabuhan dan pergudangan. 


Juga kehebatan Jokowi menyelesaikan ruas toll yang mankrak di era SBY. Petani juga diutungkan dengan dibangunnya banyak bendungan dan irigasi. Juga tersalurkanya dana desa. Semua agenda itu dikerjakan dengan semangat nawacita.


Tapi masuk periode kedua. Saya sempat mengerutkan kening. Team ekonomi tidak sehebat pada periode pertama. Engga perlu saya jelaskan kekurangannya secara detail. Tetapi jelas kelas Ibu Rini jauh diatas Eric. Apalagi dibandingkan Thomas Lembong menteri BPKM periode pertama dengan Bahlil Lahadalia periode kedua. Itu jauh sekali kelasnya. Belum sosok Jonan belum ada yang bisa tandingi dengan menteri ESDM sekarang. Ya okelah. Tentu itu hak prerogatif Jokowi memilih pembantunya.


Saya melihat ada tiga hal yang tidak konsisten di periode kedua ini.


Pertama, Pada periode petama program BRI ( Belt Road Initiative). Rencana semua program itu dilaksanakan B2B. Bukan utang. Nah Data terakhir yang dirilis Bank Indonesia melalui Statistik Utang Luar Negeri Indonesia (SULNI) April 2019, menunjukkan status terakhir posisi utang luar negeri pada Februari 2019 dari Pemerintah China sebesar 17,7 Miliar USD atau setara dengan 248,4 Triliun dengan kurs 14.000. Lebih spesifik di kelola Pemerintah sebesar 22,8 Triliun dan BUMN sebesar 225,6 Triliun. Itu setara dengan 42% total anggaran BRI untuk Indonesia. Kan konyol.


Pada periode kedua ini tidak ada upaya untuk membalikan keadaan ke B2B. Terbukti dalam penyelesaian proyek kereta cepat Jakarta Bandung. Pemeritah lebih memilih PT. KAI melakukan pinjaman uang ke China daripada lepas saham. Pinjaman itu konyolnya diback up dengan jaminan dari menteri keuangan. Untuk apa paksakan ingin dapatkan saham kalau tidak mampu. Lagian toh itu proyek BOT sesuai aturan PPP. Jadi walau kita minoritas toh akhirnya akan jadi milk kita semua.


Kedua, masuk tahun 2020 kita menghadapi Pandemi. Saya mendukung penuh Perppu 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona. Artinya memungkinkan defisit diatas pagu UU dan kebijakan keuangan tidak bisa dipidanakan. Tapi apa hasilnya? Berdasarkan catatan BPK, terdapat realisasi insentif dan fasilitas pajak minimal sebesar Rp 1,69 triliun tidak sesuai dengan ketentuan.


Yang miris adalah realisasi pengeluaran pembiayaan tahun 2020 sebesar Rp 28,75 triliun dalam rangka PCPEN tidak dilakukan secara bertahap sesuai dengan kesiapan dan jadwal kebutuhan penerima akhir investasi. Sebesar Rp 9 triliun dan PCPEN pada 10 kementerian dan lembaga juga dinilai tidak layak.


Bahkan yang seharusnya jadi hak UMKM ( KUR dan non KUR) dana tidak disalurkan secara terprogram. Malah terjadi sisa anggaran sebesar R. 6,77 triliun. Itu ada di bank sebagai dana murah. Padahal UMKM paling parah terdampak akibat kebijakan PSBB.


Ketiga. Dari total anggaraan PEN sebagai akibat PPKM mencapai Rp 924,83 triliun. Total alokasi untuk BUMN, Korporat dan UKM sebesar Rp. 309 triliun. Sementara alokasi untuk UMKM hanya sebesar Rp. Rp51,27 Triliun. Bandingkan dengan dukungan kepada Korporat dan BUMN. Itupun kelau berdasarkan pengalaman tahun lalu, tidak semua tersalurkan untuk UMKM. 


Padahal korban terbesar secara komunitas akibat pandemi ini adalah UMKM. Korporat selama ini sudah dapat fasiltas negara dengan menguasai 73% Lahan dan SDA. Dan lagi sumber dana PEN itu dari penerbitan SBN, alias utang.


Saya mengkritik karena saya mencitai Jokowi dan berharap dia bisa menghadapi sistem yang tidak akomodatif dengan situasi krisis dan pandemi. 


Solusinya? ganti menteri dan perkuat sistem pengawasan agar semua focus kepada agenda presiden, bukan agenda pilpres 2024. Focus kepada UMKM. Tetap semangat dan tidak boleh kehilangan harapan. Terus berbenah untuk kebaikan kini dan besok.


Oleh Erizeli Bandaro dengan Judul : "Kritik kepada pemerintah" Kamis 5/8/2021


(ari)