Della Utari,.S.Pd Mahasiswi Prodi MPI Pascasarjana UIN STS Jambi. |
TUNTAS.CO.ID_JAMBI - Menurut Uka Tjandra Sasmita, prorses masuknya Islam ke Asia Tenggara berkembang melalui enam jalur, salah satunya adalah Saluran Perdagangan Pada taraf permulaan, proses masuknya Islam adalah melalui perdagangan.
Kesibukan lalu-lintas perdagangan pada abad ke-7 hingga ke-16 membuat pedagang-pedagang Muslim (Arab, Persia dan India) turut ambil bagian dalam perdagangan dari negeri-negeri bagian Barat, Tenggara dan Timur Benua Asia.
Saluran Islamisasi melalui perdagangan ini sangat menguntungkan karena para raja dan bangsawan turut serta dalam kegiatan perdagangan, bahkan mereka menjadi pemilik kapal dan saham.
Saluran Perkawinan Dari sudut ekonomi, para pedagang Muslim memiliki status sosial yang lebih baik daripada kebanyakan pribumi, sehingga penduduk pribumi terutama puteri-puteri bangsawan, tertarik untuk menjadi isteri saudagar-saudagar itu.
Sebelum kawin, mereka di-Islam-kan terlebih dahulu. Setelah mereka mempunyai keturunan, lingkungan mereka makin luas, akhirnya timbul kampung-kampung, daerah-daerah dan kerajaan Muslim.
Dalam perkembangan berikutnya, ada pula wanita Muslim yang dikawini oleh keturunan bangsawan tentu saja setelah mereka masuk Islam terlebih dahulu.
Jalur perkawinan ini jauh lebih menguntungkan apabila antara saudagar Muslim dengan anak Bangsawan atau anak Raja dan anak Adipati, karena Raja dan Adipati atau Bangsawan itu kemudian turut mempercepat proses Islamisasi.
Saluran Tasawuf Pengajar-pengajar Tasawuf atau para Sufi mengajarkan Teosofi yang bercampur dengan ajaran yang sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. Mereka mahir dalam soal magis dan mempunyai kekuatan kekuatan menyembuhkan. Diantara mereka juga ada yang mengawini puteri-puteri bangsawan setempat.
Dengan Tasawuf, “bentuk” Islam yang diajarkan kepada penduduk pribumi mempunyai persamaan dengan alam pikiran mereka yang sebelumnya menganut agama Hindu, sehingga agama baru itu mudah dimengerti dan diterima. Saluran Pendidikan Islamisasi juga dilakukan melalui pendidikan, baik pesantren maupun pondok yang diselenggarakan oleh Guru-guru Agama, Kiai-kiai dan Ulama.
Dipesantren atau pondok itu, calon Ulama, Guru Agama, dan Kiai mendapat pendidikan agama. Setelah keluar dari pesantren, mereka pulang ke kampung masing-masing atau berdakwah ke tempat tertentu mengajarkan Islam, misalnya, pesantren yang didirikan oleh Raden Rahmat di Ampel Denta Surabaya, dan Sunan Giri di Giri. Keluaran pesantren ini banyak yang diundang ke Maluku untuk mengajarkan Agama Islam.
Saluran Islamisasi melaui kesenian yang paling terkenal adalah pertunjukan wayang. Sunan Kalijaga adalah tokoh yang paling mahir dalam mementaskan wayang. Dia tidak pernah meminta upah pertunjukan, tetapi ia meminta para penonton untuk mengikutinya mengucapkan Kalimat Syahadat. Sebagian besar cerita wayang masih dipetik dari cerita Mahabarata dan Ramayana, tetapi dalam cerita itu disisipkan ajaran nama-nama pahlawan Islam.
Kesenian-kesenian lainnya juga dijadikan alat Islamisasi, seperti sastra (hikayat, babad dan sebagainya), seni bangunan dan seni ukir. Saluran Politik Di Maluku dan Sulawesi Selatan, kebanyakan rakyat masuk Islam setelah rajanya memeluk Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya Islam di daerah ini.
Di samping itu, baik di Sumatera dan Jawa maupun di Indonesia Bagian Timur, demi kepentingan politik, kerajaan-kerajaan Islam memerangi kerajaankerajaan non Islam. Kemenangan kerajaan Islam secara politis banyak menarik penduduk kerajaan bukan Islam itu memeluk agama Islam.
Di Asia Tenggara, mayoritas pemeluk Islam adalah etnis Melayu. Agama (Islam) dan Budaya (Melayu) mempunyai pertalian yang saling terkait-padu. Sejak periode paling awal, antara keduanya telah lama saling menyatu dan berjalan berkait berkelindan, sedikitnya dari masa Kesultanan.
Agama Islam yang mempunyai dasar filosofis dan rasional yang kuat, telah berpengaruh pada berbagai lini kehidupan masyarakat Melayu tradisional. Islam bagi orang Melayu, bukan hanya sebatas keyakinan, tetapi juga telah menjadi identitas dan dasar kebudayaan, serta mewarnai institusi kenegaraan dan pandangan politik mereka.
Pendek kata, Islam telah menjadi bagian yang menyatu dengan identitas nasional, sejarah, hukum, entitas politik, dan kebudayaan Melayu.
Oleh karena itu, tidak mengherankan bila Islam dianggap sebagai komponen utama budaya Melayu. Dengan kata lain, agama Islam dan budaya Melayu sudah sebati dan senyawa dalam kehidupan dan keseharian orang-orang Melayu Asia Tenggara.
Konvergensi agama ke Islam sering disebut sebagai “menjadi Melayu”. Kenyataan ini terjadi karena, menurut Taufik Abdullah, perkembangan Islam di dunia Melayu mengambil pola “tradisi intergratif”, agama menyatu dengan adat (budaya) Namun demikian, perlu ditekankan di sini bahwa transformasi masyarakat tradisional Melayu ke dalam kehidupan yang lebih bernuansa Islam, sebagaimana telah disinggung di atas, tidaklah terjadi secara revolusioner, melainkan secara bertahap sesuai dengan sifat islamisasi yang berlangsung di Dunia Melayu.
Berbeda dengan penyebaran Islam di India yang disertai oleh penumbangan dinasti-dinasti yang berkuasa, Islam datang ke dunia Melayu melalui suatu proses kooptasi damai yang berlangsung selama berabad-abad.
Tidak banyak terjadi penaklukan secara militer, pergolakan politik atau pemaksaan struktur kekuasaan dan norma-norma masyarakat dari luar. Karena itu, dalam proses islamisasi wilayah ini, Islam berhadapan dengan norma-norma, praktek-praktek dan konvensi-konvensi tradisional yang sudah sangat meresap dalam kebudayaan Melayu yang dikenal dan dianggap sebagai “adat”.
Adat adalah istilah yang digunakan orang Melayu untuk menyebut fenomena budaya mereka, yaitu satu konsep yang menjelaskan keseluruhan cara hidup Melayu di Alam Melayu.
Dengan adatlah mereka mengatur kehidupan mereka, agar setiap anggota adat hidup beradat, seperti adat alam, adat beraja, adat bernegeri, adat berkampung, adat memerintah, adat berlaki-bini, adat berbicara dan sebagainya.
Dengan demikian, Islam dalam masyarakat tradisional Melayu pada dasarnya adalah bentuk Islam pribumi, yang dianut sebagai prinsip-prinsip akidah dengan ajaran-ajaran ritualnya yang bersifat wajib.
Oleh Della Utari,.S.Pd
Referensi :
siti Zubaidah. 2016. “ Sejarah Peradaban Islam” medan: Cetakan pertama. Perdana Publishing
Helmiati. 2014. “ Sejarah Islam Asia Tenggara” pekanbaru-riau: lembaga penelitian dan pengabdian kepada masyarakat universitas negeri sultan syarif khasim riau.
ajid thohir.2004. “ perkembangan peradaban islam di dunia islam melacak akar-akar sejarah,politik dan budaya umat islam”. jakarta : PT grajagrafindo persada.