Merancang Masa Depan Duku Jambi -->
Cari Berita

Merancang Masa Depan Duku Jambi

tuntas.co.id


Oleh: Bahren Nurdin, MA
Akademisi dan Pengamat Sosial Jambi

Kemarin saya dapat kiriman duku dari kampung. Mau? Dah habis! Hayoo… dosa loh bilang saya pelit, hehe.

Anda tahu buah duku, kan? Orang Indonesia secara umum pasti tahu buah yang satu ini. Kecil tapi ‘maknyos’. Buah ini sebenarnya tidak hanya milik orang Indonesia, tapi ternyata merupakan buah orang Asia Tenggara, apalagi jika diakui hanya milik ‘Wong Palembang’. Salah. Duku juga ada di Malaysia, Myanmar, Vietnam, bahkan India. Kata Pak ‘Wikipedia’, “Duku adalah jenis buah-buahan dari anggota suku Meliaceae. Tanaman yang berasal dari Asia Tenggara sebelah barat ini memiliki kemiripan dengan buah langsat, kokosan, pisitan, celoring dan lain-lain dengan pelbagai variasinya”.

Sudahlah, tidak usah diperdebatkan lagi, ini duku Palembang, Duku Padang, Duku Jambi, Duku Kumpeh, Duku Tebo, Duku Sengeti, dan lain-lain. Yang jelas masing-masing daerah memiliki duku. Mana yang manis, mana yang asam, mana yang ‘sepet’, mana yang besar, mana yang kecil, tinggal cek langsung di lapangan. Yakinlah setiap duku memiliki kekhasannya masing-masing. Itulah kekayaan Allah melalui bentuk dan rasa buah duku. Nikmati, syukuri dan jangan lupa bagi-bagi, hehe.

Saya tidak resah dengan perdebatan ‘Duku Palembang asal Tebo’ karena menurut saya itu hanya murni strategi marketing saja. Orang Tebo kalah cepat memasarkan kenikmatan buah dukunya dibanding Wong Palembang. Jadi wajar saja jika saat ini anda membawa duku dari Dusun Sago (Tebo) ke Jakarta, pasti pertanyaan pertama “Ini duku Palembang ya, Pak?”. Itu karena orang Sago belum berani jualan duku ke Jakarta, hehe. Bukan itu poin tulisan ini, yang menjadi keresahan saya adalah Pertama, mengapa duku kita tidak berbuah sepanjang tahun. Kedua, bagaimana mengatasi duku yang cepat busuk. Ketiga, mengapa belum ada turunan atau olahan buah duku.

Tiga poin penting ini patut menjadi keresahan kita semua. Itulah yang saya sebut masa depan duku. Kita bahas singkat sajas atu per satu. Masalah pertama, belum ada kita temukan duku yang berbuah sepanjang tahun seperti jeruk, semangka, melon, dan buah-buahan lainnya. Selama ini kita menunggu musim setahun sekali, itu pun kalau berbuah. Adakalanya tidak berbuah sama sekali. Sekian banyak doctor ahli pertanian di Jambi ini, tidak adakah yang mencoba mencari formula budidaya perkebunan duku yang bisa berbuah sepanjang tahun?

Harusnya sudah mulai dilakukan. Mengapa saya sebut ini masa depan duku. Jika tidak dibudidayakan dengan serius, pohon duku yang berbuah saat ini sebagian besar adalah tanaman tua dengan umur lanjut. Tidak lama lagi akan mati atau ditebang untuk dijadikan bahan bangunan. Jika tidak dilakukan, yakinlah anak cucu kita nanti cuma bisa melihat gambar duku di internet sambil ngences. Punah!

Masalah kedua, berapa lama duku yang sudah dipetik dapat bertahan? Ini juga sudah harus kita pikirkan bersama, terutama kawan-kawan yang memiliki ilmu di bidang pertanian. Bagaimana caranya agar duku yang sudah dipetik itu dapat bertahan lebih lama. Saya ingat sekira tahun 2001 membawa duku ke Yogyakarta menggunakan bis dan sesampai di sana busuk semua. Hiks. Saya berkeyakinan pasti ada cara untuk membuat buah duku bertahan lebih lama dari yang sekarang.

Ini juga termasuk memikirkan masa depan duku. Coba bayangkan jika duku dapat bertahan lebih lama sejak dipetik dari batangnya, pasti banyak sekali yang diuntungkan. Petani dan pedagang tidak merugi jika lama tidak terjual. Bisa dibawa sebagai oleh-oleh ke negara-negara yang jauh. Bisa disimpan di rumah lebih lama, dan lain sebagainya. Belajar dari buah kurma, bisa gak ya?

Masalah ketiga, belum kita temukan di swalayan duku kemasan dalam kaleng. Sale duku. Sirup duku. Keripik duku. Dodol duku, dll. Maksud saya, apa memang tidak bisa buah duku diolah sedemikian rupa? Ayo, para penggiat UMKM atau BUMDes di desa-desa, mumpung ada dana desa 60 triliun, manfaatin untuk membuat olahan duku. Sekarang!

Akhrinya, musim duku tidak lama lagi pasti berlalu. Nunggu lagi 11 bulan mendatang, ‘kalo pulak bebuah, kalo idak, ngango’. Mari bersama-sama merancang masa depan duku. Saatnya para pakar pertanian di kampus dihimbau untuk turun dari ‘menara gading’ dan membantu masyarakat. (**)