Terkait hal ini, Waster Kasad Brigjen TNI Gathut Setyo Utomo mendukung upaya Kementerian Pertanian (Kementan) dalam menanggulangi dampak kekeringan yang melanda sejumlah daerah. Dukungan itu antara lain melibatkan langsung personel TNI yang ada di seluruh daerah.
"Kita dalam melaksanakan operasi militer, selain perang salah satunya adalah mengatasi kekeringan atau bencana alam. Maka itu, kita menjalin bekerja sama dengan Kementerian Pertanian untuk melakukan pendampingan," ujar Gathut dalam rapat koordinasi mitigasi kekeringan di Gedung Auditorium Kementan, Senin (8/7).
Menurut dia, TNI sendiri selama empat tahun terkakhir sudah melibatkan diri pada penanganan dampak kekeringan. Pengalaman itu, kata Gathut, menjadi bekal bahwa pemetaan wilayah dan pompanisasi menjadi penting dan harus dikerjakan bersama-sama.
"Soal mitigasi, tentu kita sudah memiliki pengalaman banyak karena beberapa kali kita turun ke lapangan bersama Kementan. Jadi, seperti kata Pak Dirjen tanaman pangan, bahwa menanggulangi kekeringan itu tidak bisa sendirian. Bagaimanapun harus ada sinergitas," katanya.
Gathut mengatakan, dukungan lain yang juga sedang dikerjakan TNI adalah mendirikan posko mitigasi kekeringan di daerah-daerah yang terkena dampak. Beberapa diantaranya ada di kawasan Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah dan provinsi lain diluar pulau Jawa.
"Selama ini kan kita sudah melakukan pendampingan Upsus (Upaya Khusus) yang diinisiasi para Babinsa. Di sana, mereka juga mengawal pembagian air supaya tidak rebutan dan menjebol titik air. Kemudian kita ikut mengawasi jalannya pompanisasi serta menjaga keamanan dan ketertiban lain," katanya.
Sekedar diketahui, rapat mitigasi ini dihadiri 200 personel TNI yang mewakili tiap daerah untuk mengawal dan mendampingi petani dalam menghadapi dampak kekeringan.
Sementara itu, Dirjen Tanaman Pangan Gatot Irianto mengatakan bahwa dampak kekeringan tahun ini relatif bisa diatasi mengingat area yang dulu mengalami kekeringan sudah dijadikan sumber air dengan pemanfaatan teknologi yang dimiliki.
"Jadi kita ingin sampaikan bahwa pendekatan mitigasi dan adaptasi kekeringan kali ini berbeda dengan sebelumnya. Kalau sekarang kita memanfaatkan wilayah yang dulunya kering menjadi sumber air," katanya.
Kata Gatot, penggunaan pompa merupakan salah satu pemanfaatan teknologi yang mampu menumbuhkan luas lahan baru dan mengkompensasi lahan busuk menjadi produktif. Selain itu, panen yang dihasilkan juga lebih bermutu karena optik organisme pengganggu tanaman relatif lebih kecil.
"Berikutnya, seperti yang dikatakan pak Menteri; bahwa mobilisasi alat mesin pompa termasuk infrastruktur dan pipanisasi harus siap di daerah yang terdampak kekeringan. Kemudian kita juga menyiapkan benih unggul yang bisa beradaptasi di lahan bekas kering," katanya.
Dirjen Prasarana dan Sarana Kementerian Pertanian Sarwo Edhi, mengatakan bahwa saat ini pemerintah sudah mendistribusikan ribuan unit alat pompa yang mampu menghasilkan air pada kedalaman 20 sampi 25 meter. Alat itu juga mampu menampung air sebanyak 1500 M3 dan bisa mengairi 50 sampai 70 hektar lahan kering.
"Beberapa teknologi itu mendukung varietas unggul seperti padi impara yang sangat cocok di lahan rawa. Ini sudah cukup berkembang di beberapa provinsi yang pernah terendam. Kita juga punya padi gogo yang tahan di lahan kering," katanya.
Edhi mengatakan, dengan berbagai alat yang dimiliki, serta kerja sama yang insten antar instansi diharapkan mampu menjadikan semua lahan kering menjadi tanaman produktif.
"Tentu kita berharap dengan berbagai bantuan ini semua pemanfaatan sumber air yang ada bisa kita atasi dengan mudah," katanya.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Fadjry Djufry, menambahkan bahwa masuknya musim kemarau bukan berarti menjadi hambatan serius untuk meningkatkan semua produksi.
"Artinya semua lahan yang potensinya masih cukup untuk ditanami ya kita tanami. Jadi tidak ada lahan yang kosong. Makanya harus ada kerjasama yang erat antar pihak, termasuk dengan TNI," tukasnya. (*)