Harga dan Nilai KPK -->
Cari Berita

Harga dan Nilai KPK

tuntas.co.id

Harga dan Nilai KPK

Ongkos membangun sistem birokrasi dengan standard Good governance tidak kecil. Namun ongkos yang keluar jauh lebih kecil dibandingkan potensi korupsi kalau sistem pengawasan secara modern tidak ada.


Oleh : Erizeli Bandaro

13 Mei 2021


Gedung KPK
Poto/Twitter @KPK_RI


KPK lahir dari rahim reformasi. Dengan adanya KPK kita berdamai dengan masalalu dan berharap di masa depan tidak lagi terjadi KKN.


Kita juga berdamai dengan lembaga seperti Jaksa, Polisi yang kita anggap gagal mengawal negara dari tindak korupsi selama era Soeharto. Walau KPK hanya semacam lembaga Adhoc namun semua harapan untuk menciptakan sistem pemerintahan yang bersih itu ditempatkan di pundak KPK. 


Singkat kata, KPK adalah semacam endorsement terhadap era reformasi yang pasti berbeda dengan Era Soeharto. Kita sepakat melihat masa depan dengan harapan baru.


Dengan harapan yang begitu besar, sehebat apapun KPK sebagai sebuah sistem pemberantasan korupsi, namun tetap saja sukses KPK tergantung kepada petugasnya. Kalau standar petugasnya itu sama dengan Polisi dan Jaksa, lantas untuk apa KPK diadakan?. Bukankah itu sama dengan pemborosan anggaran. 


Artinya ketergantungan pemberantasan korupsi bukan kepada lembaga atau sistemnya tetapi kepada petugasnya. Dalam hal ini, petugas KPK harus berbeda dari petugas penegak hukum lainnya. 


Saya sempat bertanya sama teman di China soal perang melawan Korupsi. “ Kalau ingin korupsi diberantas, pastikan petugasnya dipilih oleh mereka yang dapat mandat langsung dari wakil rakyat yang idiologinya kuat dan semangat kebangsaannya teruji. 


Artinya mereka memang mendedikasikan hidupnya untuk rakyat atas dasar idiologi kebangsaan. Karena musuhnya adalah pejabat pemerintah maupun politisi yang mungkin saja dipilih lebih karena skill dan soal idiologi kurang diperhatikan. Yang kadang harus menetapkan hukuman mati kepada pelaku korupsi” Katanya.


Dia katakan bahwa di China, perang terhadap korupsi satu kesatuan perang membela idiologi komunis. Apabila gagal membrantas korupsi maka itu sama saja menghancurkan idiologi komunis dan PKC bisa bubar. 


Itu sebabnya kalau Indonesia mempunyai KPK, China memiliki Central Commission for Discipline and Inspection ( CCDI ). Kalau KPK anggota komisioner di pilih oleh DPR dan Presiden dan diajukan ke DPR untuk dapat pengesahan. Tentu dengan sistem seperti ini, sulit menjamin independensi KPK. Pasti ada politik kepentingan bermain. 


Sementara di China Aggota CCDI dipilih oleh Kongres Nasional ( DPR/MPR). Sebagai catatan, Anggota Kongres Nasional itu anggota PKC hanya 1/3 saja, 2/3 dipilih langsung oleh rakyat. Anggota CCDI menjabat untuk masa jabatan lima tahun. Kemudian anggota terplih bersidang menunjuk Sekretaris, wakil sekretaris, sekretaris jenderal dan Komisioner. 


Sekretaris CCDI merangkap sebagai Aggota Komite Tetap Polit biro PKC, yang membuktikan kebijakan CCDI adalah juga kebijakan PKC yang tidak bisa dibantah. Jadi terlihat jelas political will China terhadap pemberantasan korupsi. Tidak ada peran pemerintah ada di CCDI. CCDI diawasi langsung oleh mereka yang terpilih dalam kongres nasional ( DPR/MPR).


Tugas pokok KPK secara UU, sama dengan CCDI yaitu lebih berat kepada pengawasan dan pencegahan, sekaligus perbaikan sistem birokrasi agar terhindar dari praktek korupsi. Sementara tugas penindakan porsinya lebih sedikit daripada tugas pengawasan. Ini sesuai dengan standard United Nations Convention Against Corruption (UNCAC). 


Yang jadi masalah di KPK kita , tugas pengawasan itu dalam prakteknya lebih sedikit daripada tugas penindakan. 


Itu sebabnya sejak KPK berdiri, 17 tahun lalu sampai kini Indeks Persepsi Korupsi (CPI) tahun 2020 yang dirilis Transparency International (TI) Indonesia menunjukkan lebih dari dua pertiga negara berada di bawah skor 50 , dengan skor rata-rata global 43. Sangat rendah prestasi untuk kerja 17 tahun. Praktis tidak berubah secara significant sejak awal KPK berdiri.


Di China, CCDI berperan besar melakukan reformasi Birokrasi. Terlaksananya perluasan eGovernment dalam sistem administrasi pemeritahan juga menjangkau kepada sistem lalulintas transaksi publik. Di China ada pembatasan transaksi yang dibolehkan secara cash. Selebihnya harus secara digital sehingga pemerintah bisa mengawasi semua rekening ASN/militer di bank maupun non bank. 


Sistem IT juga semakin canggih, dari awalnya sistem PIN, kini sudah ke face identification melalui pemasangan CCTV disetiap sudut kota. Terakhir semua sistem pembayaran , perpindahan asset, transaksi sudah menggunakan sistem blockchain yang dikontrol oleh negara. 


Misal data produksi pertanian bisa diketahui secara real time disetiap wilayah. Sehingga efektifitas anggaran subsidi dalam rangka meningkatkan produksi dapat diketahui oleh CCDI dengan cepat. Kalau ada indikasi penyimpangan bisa cepat diantisipasi sebelum terjadi meluas. Memang proses reformasi birokrasi terus berlangsung dan selalu di update agar tidak ada celah untuk korupsi. 


Ongkos membangun sistem birokrasi dengan standard Good governance tidak kecil. Namun ongkos yang keluar jauh lebih kecil dibandingkan potensi korupsi kalau sistem pengawasan secara modern tidak ada.


Di kita, KPK selama 15 tahun beroperasi, menurut Politisi PDIP Masinton Pasaribu menghabiskan anggaran sebesar Rp. 15 triliun, sementara uang negara yang diselamatkan hanya Rp. 3,4 triliun. Memang ada laporan KPK soal prestasi pengawasan dan pencegahan. Diberitakan Kompas,com (17/10/2019), sejak berdiri pada Desember 2002 lalu, Total uang yang diselamatkan KPK, atau potensi kerugian negara yang tidak jadi hilang karena korupsi sejak 2004 hingga 2018 mencapai Rp 161,1 triliun. Itu hanya data.


Apakah benar? kita tidak tahu pasti. Faktanya Index korupsi tidak berubah secara significant. Bagaimana prestasi OTT KPK? itu lebih banyak kepada suap. Padahal suap itu tidak ada kaitanya dengan uang negara. 


Kembali kepada pembahasan awal bagaimana seharusnya KPK yang kita harapkan? Kita tidak butuh lembaga. Udah terlalu banyak lembaga. Kita butuh petugas yang punya mental bela negara. Orang yang idealis dengan passion kebangsaan tinggi. Kebangsaan yang tinggi itu juga bagian dari nilai nilai agama yang melekat kepada seseorang. 


Apa jadinya kalau petugas KPK itu dalam dirinya tidak punya nilai nilai kebangsaan yang bersumber kepada idiologi negara? Jelas passionnya diragukan, apalagi nilai agamanya. 


Jelas lebih baik kita kembalikan tugas pemberantasan korupsi kepada kejaksaan dan Polri. Tipikor diperkuat saja. KPK bubarkan.


Erizeli Bandaro
Babo.lentera.biz
Saya tidak berprasangka buruk kepada 75 orang petugas KPK yang gagal TWK. Namun sebagai prasyarat untuk lembaga super body seperti KPK seharusnya para petugas yang gagal TWK itu sebaiknya cari kerjaan lain saja. Kalian memang orang hebat tapi tidak tepat untuk jadi petugas KPK. Ingat, rakyat mau menjatuhkan Soeharto karena muak dengan para koruptor. 



               

Editor : Ari Anggara