Bawaslu Mulai Panggil Saksi Terkait Kasus Mutasi Pejabat oleh Syarif dan Pelanggaran yang Dilakukan Kades -->
Cari Berita

Bawaslu Mulai Panggil Saksi Terkait Kasus Mutasi Pejabat oleh Syarif dan Pelanggaran yang Dilakukan Kades

tuntas.co.id

MURATARA - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Muratara mulai melakukan pemanggilan saksi-saksi terkait laporan dugaan pelanggaran mutasi jabatan oleh petahana Syarif, dan juga netralitas Oknum Perangkat Desa, dalam Pemilihan Bupati Kabupaten Muratara.

Usai diregistrasi oleh Sentra Gakkumdu perihal dugaan pelanggaran Pidana Pemilu Rabu (21/10/2020) kemarin yang dilaporkan oleh Tim Advokasi pasangan Nomor urut 1, Bawaslu langsung memproses dengan memanggil saksi dan pelapor.

Ketua Bawaslu Kabupaten Muratara Munawir mengatakan, pihaknya kemarin Kamis (22/10/2020), memanggil saksi-saksi dan juga pelapor guna dimintai klarifikasi.

"Betul ,pagi sampai sore kemarin pelapor dan saksi kita periksa,"kata Munawir kepada wartawan, Jumat (23/10/2020).

Dikatakan Munawir, jika pihaknya saat ini masih mengumpulkan keterangan-keterangan dari para saksi dan pelapor.

"Usai mengumpulkan keterangan, setelah itu akan dilakukan pengkajian dan barulah diputus apakah memenuhi syarat formil dan materil, Saat ini masih proses, kata munawir

Sementara tim Advokasi pasangan HDS-Tullah nomor urut 1 Edwar Antoni didampingi Ayub Zakaria mebenarkan pihaknya memenuhi panggilan dari Bawaslu  untuk diperiksa guna memberikan klarifikasi.

Pihaknya Lanjut Edo, diminta klarifikasi terkait laporan dugaan pelanggaran yang pertama terkait masalah mutasi jabatan yang dilakukan oleh paslon petahana dan juga dugaan pelanggaran oknum perangkat desa.

Menurut ia, Larangan Kepala Desa dan Perangkat Desa Dalam Politik Praktis dan Kampanye tercantum dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa.

Pasal 29 huruf (g) disebutkan bahwa kepala desa dilarang menjadi pengurus partai politik dan pada huruf (j) dilarang untuk ikut serta dan atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan atau pemilihan kepala daerah.

Dalam undang-undang tersebut, kepala desa memilki peran sebagai pihak yang netral. Kepala desa dilarang untuk ikut serta dalam politik praktis, tidak bisa menjadi pengurus partai politik atau anggota partai politik dan tidak dapat juga menjadi tim kampanye atau tim sukses peserta pemilu atau pilkada.

Perangkat desa yang terdiri dari sekretariat desa, pelaksana kewilayahan, dan pelaksana teknis juga dilarang untuk terlibat dalam politik praktis. 

Tentu sambung Edwar, Hal tersebut diatur UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa pasal 51 huruf (g) disebutkan bahwa kepala desa dilarang menjadi pengurus partai politik dan pada huruf (j) dilarang untuk ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan atau pemilihan kepala daerah.

2. Dalam UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Ia menyebut, dalam pasar Pasal 280 ayat 2 huruf (h), (i), dan (j) yaitu pelaksana dan atau tim kampanye dalam kegiatan kampanye pemilu dilarang mengikutsertakan kepala desa, perangkat desa, dan anggota badan permusyawaratan desa (BPD). 

"Pada pasal 280 ayat 3 disebutkan bahwa setiap orang sebagaimana disebut pada pasal 2 dilarang ikut serta sebagai pelaksana dan tim kampanye pemilu,"jelasnya.

Pasal 282, Pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam negeri, serta kepala desa dilarang membuat keputusan dan atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu Peserta Pemilu selama masa Kampanye.

Ditambah lagi kata Edo, Dalam UU No. 10 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas undang undang nomor 1 tahun 2015 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang nomor 1 tahun 2014 tentang pemilihan  gubernur, bupati, dan walikota menjadi undang-undang;

Jadi, Pada pasal 70 ayat (1) huruf (c) disebutkan bahwa Dalam kampanye, pasangan calon dilarang  melibatkan kepala desa atau sebutan lain Lurah dan perangkat Desa atau sebutan lain perangkat Kelurahan.

Pasal 71 ayat (1) disebutkan bahwa Pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur  sipil negara, anggota TNI POLRI, dan Kepala Desa atau sebutan lain Lurah dilarang membuat keputusan dan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.

Pasal 490 Setiap kepala desa atau sebutan lain yang dengan sengaja membuat keputusan dan atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu Peserta Pemilu dalam masa Kampanye, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00  (dua belas  juta  rupiah).

Sementara Pasal 494 menyebut, Setiap aparatur sipil negara, anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, kepala desa, perangkat desa, dan atau anggota badan permusyawaratan desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud om Pasal 280 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama I (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas  juta  rupiah).

Seperti dikatahui, Calon bupati petahana  Kabupaten Muratara nomor 3 Syarif Hidayat-Suryan Sopian dilaporkan tim advokasi salah satu tim paslon Pilkada Kabupaten Muratara ke Bawasalu karena dugaan melakukan pelanggaran.

Selain itu juga, Tim Kuasa Hukum pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Muratara nomor 1 HDS-Tullah menduga paslon nomor urut 3 menggunakan perangkat Desa dan Pejabat Kecamatan guna berkampanye menyampaikan program-programnya ke Masyarakat.

Mereka menduga perangkat Desa terlibat politik, dan digunakan untuk berkampanye menyampaikan program-program salah satu paslon, selain itu juga oknum perangkat desa melakukan intimidasi serta membangun opini kepada masyarakat agar tidak memilih HDS-Tullah. (ari)